Politik Itu "Harus" Memberi Manfaat

Saya orang yang meyakini pendapat Imam Al Gazali syaikhul Islam yang menjadi rujukan
pemikiran sufi di kalangan Islam. Beliau menyatakan bahwa "assiaasatu juz'un min ajzaais
syarii'ah" politik itu salah satu bagian dari syari'at agama.
Dari pernyataan itu pula saya meyakini kaidah ushul fiqh yang populer di kalangan ulama
Nahdlatu Ulama yang menyatakan “Tasharruful Imam 'alaa ra'iyyatihi manuutun
bilmaslahah" bahwa tanggung jawab kepemimpinan (politik) adalah sejauhmana mampu
mewujudkan kemaslahatan bagi rakyatnya.
Karenanya terjun dan aktif di dunia politik kemudian dipahami sebagai bentuk aktifitas
ibadah untuk memenuhi anjuran dan ajaran syari'at agama Islam yang saya yakini. Dengan
dasar filosofi dan pemikiran teologis itulah kemudian kita meyakini bahwa berpolitik itu
adalah menjadi salah satu cara untuk bagaimana kita bisa memberi manfaat. Ketika
kemanfaatan itu dirasakan betul oleh masyarakat pemilih kita, umumnya rakyat kebanyakan.
Maka di sanalah kita akan mendapatkan barokah sebagaimana ungkapan Sang Nabi
"Khairunnas anfa'uhum linnaas"; sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
manusia yang lainnya.
Sejak menjadi seorang politikus, dalam benak saya selalu terpikir 4 kata "input, out put,
benefit, impact" yang bisa saya lakukan dan berikan sebagai konsekuensi pilihan hidup saya
yang tadinya di dunia birokrasi (PNS).
Maka tak henti-hentinya saya berpikir ide dan gagasan apa lagi yang bisa saya berikan untuk
bisa ikut mewarnai jalannya pemerintahan di Kabupaten Tasikmalaya, entah itu berhubungan
dengan tugas dan fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dijalankan.
Saya memahami, politikus yang menjadi legislator di tingkat Kabupaten/Kota adalah orang
yang paling dekat dan paling bisa ditemui oleh konstituen secara langsung. Berbeda halnya
dengan legislator di DPRD Provinsi atau di DPR RI.
Legislator daerah boleh dikatakan menjadi pihak paling "katempuhan" di masyarakat.
Menjadi pihak paling didatangi oleh masyarakat dengan menyampaikan berbagai keluhan dan
kebutuhan masyarakat, mulai urusan warga yang berurusan rumah sakit, sekolah anaknya,
sarana keagamaan, kegiatan keagamaan, pembangunan sarana publik entah jalan, jembatan,
irigasi, sekolah dan lain-lain. Legislator Daerah itu seolah dianggap superman yang harus
bisa menyelesaikan semua masalah.
Itulah risiko yang harus dihadapi seorang politikus di daerah. Membutuhkan kematangan dan
kelapangan mental betul dalam mendengarkan, menindaklanjuti dan ikut menyelesaikan

permasalahan-permasalahan masyarakat. Dengan catatan dia betul-betul menjadi politikus
yang menjalankan fungsi komunikasi personal dan komunalnya dengan baik.
Tesis awalnya adalah tidak semua politisi itu baik, tapi tidak semua juga politisi itu jelek.
Dan tulisan ini sebatas memotret sedikit pengalaman nyata penulis yang terserah apakah
masuk kategori tesis yang mana.
Selama ini, yang saya rasakan menjadi seorang legislator daerah itu kuncinya adalah
memahami dan menguasai permasalahan yang berhubungan dengan pembuatan perda,
pembahasan anggaran dan pengawasan jalannya program pemerintahan. Selain menguasai
permasalahan, juga tentunya adalah kemampuan dan keberanian untuk "bunyi"
menyampaikannya dalam setiap forum rapat kerja, rapat pansus, maupun paripurna atau
membunyikannya secara langsung ke pemangku kebijakan (kepala daerah, dinas teknis)
ataupun melalui media massa. Apakah bunyi dalam arti ikut memasukan ide, konsep dan
gagasan, ataupun mengoreksi sebuah draft kebijakan terkait ranperda, program kerja dan lain-
lain. Tentu saja yang tak lebih penting pula adalah sesuai sumpah pada saat pelantikan,
bahwa kita wajib memperjuangkan aspirasi masyarakat di dapil kita, khususnya, umumnya
masyarakat luas.
Kebahagiaan saya secara pribadi tentu saja ketika benar-benar bisa banyak membantu dan
menyelesaikan berbagai keluhan masyarakat, bisa mengawal dan memperjuangkan dan
merealisasikan keinginan dan aspirasi masyarakat, dan bisa ikut mewarnai kebijakan
pemerintah daerah dalam hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan publik secara luas.
Sebagai contoh ketika kita bisa menaikan slot anggaran untuk program jaminan kesehatan
daerah bagi masyarakat miskin dari yang biasanya di kisaran Rp 2 miliar s.d. Rp 3 milyar
menjadi Rp 8 miliar s.d. Rp 10 milyar, mendorong penataan administrasi asset daerah,
mendorong kebijakan pengawalan pendidikan mental/spiritual bagi siswa, pemenuhan
pembangunan infrastruktur di pedesaan yang luas, membantu keberpihakan daerah untuk
para pelaku UKM, mendorong keberpihakan pemerintah daerah terhadap lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan baik madrasah diniyah dan pondok pesantren dan lain-lain.
Tentu saja sekali lagi pengalaman itu ketika terjadi dan dianggap terasa manfaatnya, menjadi
sebuah pengalaman pribadi yang membahagiakan. Bahwa dengan memberi manfaat bagi
masyarakat pemilih, khususnya, umumnya masyarakat luas, kita sedikit banyak telah
mengurangi tanggung jawab dunia akhirat kita dalam hal mengemban amanat di mata
manusia maupun dalam pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Segala aktivitas saya selalu saya share di media sosial Facebook. Itu saya anggap sebagai
salah satu pertanggungjawaban publik bahwa kita benar-benar bekerja, bersama dan untuk
masyarakat di wilayah dapil saya, umumnya masyarakat Kabupaten Tasikmalaya. ***

Tinggalkan Balasan