SET.DPRD-Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tasikmalaya H Asop Sopiudin, SAg tengah fokus mengupayakan terbitnya Perda Rencana Induk Kepariwisataan dan Perda Pondok Pesantren.
“(Ranperda) Rencana Induk Kepariwisataan saat ini dalam proses Pansus dan (Ranperda) Pondok Pesantren tinggal penyampaian. Ditargetkan tahun ini selesai,” ujar legislator senior dari PPP ini.
Pihaknya juga tengah melakukan pengawasan soal penyerapan anggaran di semester pertama. Dia melihat saat ini pemerintah agak keteteran dalam penyerapan anggaran. “Terutama berkaitan dengan Covid-19 ini, maka refocusing dan alokasinya banyak ke sektor kesehatan, makanya kita saat ini terus melakukan evaluasi itu,” kata Asop menjelaskan.
Asop juga saat ini tengah fokus menyoroti sektor pendidikan. Terutama soal terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021 berkaitan batasan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler. “Sisi lain saat ini pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT) dimulai, tetapi dengan Permen Nomor 6 ini sangat memberatkan penyelenggara pendidikan, terutama di daerah-daerah,” ujarnya.
Dalam Permen tersebut, ada batasan bagi penyelenggaraan pendidikan yakni sekurang-kurangnya setiap satuan pendidikan harus memiliki minimal 60 siswa untuk bisa mendapatkan BOS Reguler.
“Kalau siswa kurang dari 60 tidak bisa mendapatkan bantuan BOS reguler. Misalnya bila sekolah dasar mendapatkan BOS reguler itu harus memiliki 10 siswa setiap satu tingkat kelas, sehingga ada 60 siswa. Perjuangan itu yang tengah saya pikirkan,” kata dia.
Di Kabupaten Tasikmalaya, kata Asop, melihat adanya Permen Nomor 6 Tahun 2021, apakah akan ada merger sekolah untuk efisiensi pelaksanaan atau seperti apa. “Tetapi juga pemberlakuan di Kementerian Agama akan seperti apa.
Kita lagi fokus di situ juga, karena di satu sisi saat ini (siswa) antusias dengan tatap muka, di sisi lain juga ada Permendikbud itu yang kemudian membatasi dengan jumlah siswa yang terbatas,” ujarnya. “Kalau sebelumnya kan tidak. Yang terpenting (siswa, Red) masuk ke dapodik, ada namanya. Siswa diakomodir. Saat ini harus satuan pendidikannya,” ujarnya menjelaskan.
Dengan adanya peraturan itu, maka bagi satuan pendidikan yang tidak memiliki 60 siswa, maka tidak mendapatkan BOS reguler. “Saat ini harus segera terpikirkan oleh pemerintah daerah, menyikapi Permendikbud itu, karena peraturan ini berlaku nasional. Kalau di daerah perkotaan (sekolah) di-merger tidak apa, tetapi di daerah akan sulit,” kata politisi senior ini.
Kalaupun dilakukan merger sekolah, kata Asop, siswa akan menjadi korban. Itu bila Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya tidak sigap untuk menggabungkan sekolah tersebut. “Kalau merger di awal boleh, mungkin, tetapi kalau sudah diberlakukan, nasib siswa sekolah seperti apa. Makanya untuk menyikapi Permendikbud itu kearifan lokalnya akan seperti apa, apalagi dengan kondisi pandemi saat ini,” kata dia.
Rencananya, kata Asop, Permendikbud yang mengatur BOS reguler ini akan diberlakukan tahun ini. Peraturan itu turun setelah adanya PPKM level 2. “Sudah barang tentu dengan adanya Peremen ini dapodik akan berubah total. Tentu ada kepanikan kedua, sehingga pemerintah harus melindungi ini mau seperti apa pelaksanaan pelindungnya.
Apalagi untuk di daerah-daerah masih banyak siswa yang siswanya kurang dari 60 siswa dalam satu sekolah. Apalagi opsi Permendikbud bagi sekolah yang kurang harus me-merger-kan diri dan bila tidak, tidak akan diterima dapodiknya,” ujarnya.
Saat ini, pihaknya juga tengah berupaya mendorong dan mengoptimalkan penanganan.
permasalahan sosial, seperti kemiskinan, penurunan pendapat masyarakat, masalah kesehatan dan lainnya. “Walaupun itu harus bersama-sama dengan Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya. Terutama permasalahan kerawanan sosial, karena menurunnya daya beli masyarakat. Intinya kita masih fokus dalam pengamanan jejaring sosial,” kata tokoh politik murah senyum ini. (ujg) (sumber-Radartasik.id)